desainer grafis: Bayu Pratama

Sidzia Madvox memiliki banyak cerita. Namun tidak semuanya akan saya tuliskan di sini, selebihnya anda hanya perlu menemuinya langsung. Barangkali, nanti, ia akan memberitahu anda bagaimana pengalamannya ketika melakukan tour dari Surabaya, Malang, Solo, Jakarta hingga Bandung.

Sebelumnya, bolehkah saya bertanya pada anda, tentang apa yang anda bayangkan setelah mendengar nama Sidzia Madvox? Saya anggap saja anda keliru dalam membayangkannya.

Ketika saya meminta Sid mendefinisikan dirinya, ia menjawab dengan cara yang agak filosofis mengenai eksistensi manusia, terutama yang disebutnya sebagai Madvoxisme. Sid, memosisikan Madvoxisme (dirinya maupun pendengar karya-karyanya) adalah orang-orang yang memiliki tekad kuat akan kebebasan. Ketika sekarang ini, banyak musisi maupun pendengar dibatasi oleh genre tertentu dan tata-cara bermusik yang cenderung – bagi Sid – merepotkan, Sidzia Madvox bermaksud menjawab situasi itu dengan menawarkan kebebasan dalam bermusik.

Sebelumnya, jauh sebelum saya bisa bertatap muka secara langsung dengan Sid, dari banyak isu yang beredar, Sid adalah lelaki beridentitas punk. Hal ini nyaris saya percayai ketika secara kebetulan pada suatu kesempatan bertemu dengannya. Memang, bila dilihat sekilas saja, penampilan Sid tampak mungkin terafiliasikan dengan identitas tertentu. Namun, menanggapi isu tersebut, Sid telah mengklarifikasi bahwa dirinya tidak terikat dengan identitas atau ideologi apapun. Adapun bila Sid perlu diidentifikasi dengan nilai tertentu, maka sekali lagi, anda hanya perlu mengingatnya sebagai Madvoxisme.

Singkat cerita, saya mengenal Sid dengan baik. Meski kami tak selalu menghabiskan waktu bersama. Hanya selayang dua pandang ketika kebetulan bertemu di sejumlah gigs. Bagi saya, Sid adalah sosok yang masif nan progresif dalam berkarya. Dalam konteks kesenian apapun itu. Pasalnya, selain bermusik, Sid pun juga menulis dan menggambar. Khususnya komik-komik Sid yang benar-benar bisa menyentuh selera humor saya. Saya merekomendasikan semua seri komik buatannya untuk anda.

Kesemua bidang kesenian yang digeluti oleh Sid dilakukannya dalam level yang cukup produktif. Dan sepertinya, tidak hanya saya yang mengenal Sid sebagai sosok seperti itu, namun juga nyaris semua orang. “Konsistensi melahirkan eksistensi” kata Sid menanggapi tentang bagaimana dirinya di mata saya.

Dalam soal musik, Sid terbilang unik dalam menunjukkan aksi panggungnya. Kelincahannya memainkan alat musik di atas panggung – yang kelak saya pahami sendiri sebagai karakter lelaki humoris itu – dianggapnya sebagai suatu seni pertunjukkan. Dalam pengertian yang kasar, Sid mengatakan: “Musik tidak hanya harmonisasi, tapi juga (seni) pertunjukkan.” Maka kemudian terciptalah aksi panggung bercorak teatrikal khas Sidzia Madvox.

Kini Sid berusia 33 tahun, dan ia telah menggunakan umurnya untuk berkarya selama 21 tahun. Selama rentang usia tersebut, dalam berkarya, Sid mempunyai semacam prinsip, yakni: “Berkarya itu tanpa beban, nggak usah peduli orang mau suka atau ngga.”

Mengenai kehidupan musik di Lombok, Sid beranggapan bahwa musik di Lombok sudah memasuki fase yang hype. Semua hasil yang terjadi sekarang, bagi Sid, tidak lepas dari movement kawan-kawan, baik musisi maupun apresiator. Dan yang terpenting selanjutnya dari semua itu yakni merawatnya. Komunitas maupun individu harus menjalin komunikasi yang baik. Jangan hanya karena perbedaan genre kemudian semuanya menjadi berjarak. Meski bagi Sid, hal tersebut adalah hal yang wajar terjadi di setiap daerah mana pun.

Sid menambahkan cerita tentang beberapa orang yang menurutnya kurang percaya diri dalam berkarya. Kata Sid, setiap manusia punya kekurangan dan kelebihannya. Maka sebisa mungkin, kita harus percaya diri dengan kunikan kita masing-masing, pungkas Sidzia Madvox.

Robbyan Abel R

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *